Pengasaman Air Laut

 Pengasaman Air Laut 


Perlu diketahui bahwa setidaknya seperempat dari karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan oleh pembakaran biomassa, batu bara, minyak dan gas tidak tinggal di udara, melainkan larut ke laut. Pada awalnya, para ilmuwan berpikir bahwa ini mungkin hal yang baik karena meninggalkan lebih sedikit CO2 di udara yang dapat menyebabkan efek rumah kaca. Namun dalam dekade terakhir, mereka menyadari bahwa penyerapan CO2 oleh lautan ini mengakibatkan perubahan kimia laut. Ketika karbon dioksida larut dalam air laut, air menjadi lebih asam dan pH laut turun. Dalam 200 tahun terakhir, air laut telah menjadi 30 persen lebih asam. Ketika pH lautan berfluktuasi dalam batas wajar sebagai akibat dari proses alami maka organisme laut beradaptasi dengan baik. Akan tetapi, seiring perubahan pH air laut yang relatif cepat seperti itu tidak memberikan banyak waktu bagi kehidupan laut, yang berevolusi selama jutaan tahun, untuk bertahan hidup dari perubahan yang biasanya mereka alami. Beberapa spesies di lautan, seperti koral, mungkin akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi sehingga menyebabkan mati atau punahnya spesies tersebut.

  1. Analisis Masalah
    Berdasarkan masalah yang terdapat dalam bagian orientasi, maka masalah yang akan dihadapi oleh karena pengasaman lautan, yaitu pembakaran biomassa, batu bara, minyak dan gas menghasilkan karbondioksida yang menyerap atau larut ke dalam laut. Gas CO2 yang terserap ke dalam laut akan menjadi hal baik terhadap kehidupan di daratan, tetapi jika terlalu berfluktuasi meningkat maka akan menyebabkan beberapa dampak. Pada zaman sekarang ini, hal tersebut menjadi sebuah masalah karena ketika CO2 terserap ke laut akan mengakibatkan air menjadi lebih asam, dan pH air laut turun. Banyaknya kegiatan manusia sekarang ini menyebabkan CO2 yang dihasilkan juga semakin banyak, sehingga terserap ke laut dan menyebabkan kesulitan bagi mikroorganisme laut untuk beradaptasi dan berakhir mati atau punah.

  2. Desain Penyelesaian Masalah
    Untuk mengatasi masalah pengasaman lautan akibat peningkatan CO2, diperlukan upaya yang komprehensif. Salah satu solusi yang diusulkan adalah dengan mengurangi emisi CO2 ke atmosfer melalui penggunaan sumber energi terbarukan dan efisiensi energi yang lebih tinggi dalam berbagai sektor. Penerapan energi terbarukan, seperti energi surya dan energi angin, dapat mengurangi ketergantungan pada pembakaran biomassa, batu bara, minyak, dan gas fosil yang menghasilkan emisi CO2.

    Selain itu, penggunaan teknologi efisiensi energi di sektor industri, transportasi, dan rumah tangga juga penting untuk mengurangi jejak karbon secara keseluruhan. Selain itu, upaya mitigasi harus dilakukan di sektor pertanian dan kehutanan. Misalnya, pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan pengurangan deforestasi dapat membantu mengurangi pelepasan CO2 ke atmosfer. Diperlukan juga upaya dalam pengelolaan limbah dan pengolahan air limbah untuk membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk CO2. Upaya lain yang dapat dilakukan jika CO2 sudah terserap banyak di lautan yaitu dengan melakukan fotosintesis tanaman lautan dan presipitasi karbonat. 


  3. Analisis Data
    Dari penelitian pengasaman air laut yang telah dilakukan, dapat dilihat perubahan 
    pH setiap 5 menit sebanyak 4 kali. Air laut yang digunakan sebagai sampel memiliki pH awal sebesar 7,17 dan belum ada perubahan yang teramati. Hal ini sesuai dengan teori dimana air laut umumnya memiliki pH di atas 7 yang berarti bersifat basa. Kemudian dipanaskan dengan bunsen dihubungkan dengan gelas beker yang berisi air laut sebanyak 200 mL menggunakan selang plastik. Setelah pemanasan selama 5 menit, air laut menunjukkan perubahan pH dari pH awal. Pada 5 menit pertama setelah pemanasan, pH air laut naik sebanyak 0,8 dari pH awal 7,17 menjadi 7,25. Pada 10 menit pemanasan, pH air laut yang terukur naik sebanyak 0,1 menjadi 7,26. Kemudian, pada menit ke 15 pemanasan, pH air laut menjadi 7,27 dan pada menit ke 20, pH air laut menjadi 7,29 yang berarti naik sebanyak 0,2. Pada saat pemanasan hingga menit terakhir tidak ada perubahan yang teramati dari air laut, hanya saja mengalami peningkatan pH air laut. Hal ini kemungkinan karena faktor selang yang terlalu panjang sehingga panas yang dihantarkan tidak merubah pengamatan mengenai air laut pada saat penelitian.

    Berdasarkan analisis diatas didapatkan hasil bahwa semakin lama waktu uji, pH air laut semakin meningkat. Berdasarkan teori, seharusnya semakin banyak pembentukan asam karbonat di lautan, maka konsentrasi ion H+ juga semakin meningkat yang menyebabkan pH lautan semakin turun (semakin bersifat asam). Tetapi beberapa waktu ini, banyak CO2 yang larut ke dalam lautan dengan cepat sehingga penyangga alami ini tidak mampu mengimbanginya dan mengakibatkan penurunan pH di permukaan air yang relatif cepat.

    Dari data yang diperoleh, pH air laut mengalami kenaikan yang cukup signifikan setiap 5 menitnya hingga selesainya pemanasan. Hal ini bukan berarti pemanasan merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi pengasaman air laut. IUCN (International Union for Conservation of Nature) sejak November 2017 lalu telah menyerukan bahwa biota laut, burung, dan mamalia laut semuanya menghadapi resiko yang sangat tinggi dari peningkatan suhu. Tingkat kematian yang tinggi, hilangnya tempat berkembang biak, dan pergerakan massal saat spesies mencari kondisi lingkungan yang menguntungkan merupakan beberapa dampak yang dapat terjadi akibat pemanasan. Terumbu karang juga dipengaruhi oleh peningkatan suhu yang menyebabkan pemutihan karang dan meningkatkan resiko kematian. Maka dari itu, berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemanasan bukan menjadi solusi yang tepat terhadap permasalahan pengasaman air laut.

    Berdasarkan hasil penelitian tentang kebijakan mitigasi dan adaptasi pengasaman laut di Indonesia, direkomendasikan sebuah program untuk melakukan monitoring pengasaman laut dan kondisi terumbu karang dan perlunya dilakukan identifikasi kapasitas adaptif lokal yang telah dimiliki, pentingnya ekologi dan solusi sosial-ekonomi dalam menghadapi dampak pengasaman laut terhadap terumbu karang di Indonesia. Namun yang paling efektif untuk menekan pengasaman laut adalah dengan mengurangi emisi gas CO2 ke atmosfer. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah peningkatan resiliensi terumbu karang dengan meminimalisir tekanan terhadap terumbu karang, antara lain penerapan strategi untuk mengurangi pencemaran dan pengelolaan perikanan dengan membatasi kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang dapat merusak ekosistem.


  4. Penjelasan Ilmiah
    Saat ini, isu perubahan iklim telah mendapat perhatian serius di seluruh dunia, hal ini karena efeknya sudah mulai dirasakan oleh seluruh dunia dan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (terutama CO2 dan CH4). Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya industri, maka penggunaan akan bahan bakar juga meningkat sehingga berdampak pada naiknya jumlah konsumen bahan bakar yang berakibat pada semakin menipisnya cadangan minyak bumi yang ada. hal tersebut perlu diupayakan berbagai sumber-sumber energi baru dan terbarukan, seperti biomassa. Biomassa merupakan jenis bahan organic yang dihasilkan dari fotosintesis. Biomassa berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan. Beberapa kandungan unsur kimia yang biasa terdapat. antara lain: zat arang atau karbon (C), hidrogen (H), zat asam atau oksigen (O), zat lemas atau nitrogen (N), belerang (S), abu dan air, yang semuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia. Karena sifatnya yang menguntungkan yaitu dengan memanfaatkannya secara lestari dan mudah diperbarui.

    Pengembangan biomassa sebagai sumber energi untuk substitusi bahan bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer karena konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimbang. Selain itu, penggunaan biomassa juga menjadi energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian.

    Pada tahun 2017, konsentrasi CO2 di atmosfer mencapai 405,5 ppm dan terus meningkat 100 persen setiap tahunnya, sedangkan konsentrasi CH4 sekitar 1,859 ppm (World Meteorological Organization 2018). Hampir seluruh negara berperan dalam penyumbang emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Benua asia sendiri menjadi penyumbang emisi gas global sekitar 53%, Benua Amerika 18%, dan Benua Eropa 17% (Le Quéré et al. 2018). Banyaknya gas rumah kaca yang dihasilkan sangat berpengaruh terhadap bumi. Akibatnya, suhu di bumi akan meningkat dan terjadilah pemanasan global. Pengaruh pemanasan global ini sendiri menjadi ancaman tingkat globalisasi yang berdampak pada perairan lingkungan pesisir dan laut, karena atmosfer dan lautan adalah dua hal yang saling berinteraksi dan mengontrol iklim di planet bumi.

    Gas CO2 yang terserap di lautan akan bereaksi dengan molekul air sehingga menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat ini nantinya akan menjadi bikarbonat (HCO3) dan ion hidrogen bebas. Akan tetapi, kadar CO2 yang ada di laut mencapai kapasitas maksimal penampungan, hal ini memicu terjadinya pengasaman laut. Pengasaman laut (ocean acidification) merupakan istilah proses turunnya kadar pH air laut yang terjadi akibat kenaikan penyebaran karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Ion hidrogen yang terbentuk dari pemecahan asam karbonat akan menyebabkan pH cenderung asam. Dengan meningkatnya kadar CO2 yang ada di laut menyebabkan ion H yang terbentuk menjadi lebih banyak. Pada umumnya laut maupun pesisir memiliki pH yang relatif lebih stabil dan berbeda dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisaran antara 7,6-8,3 yang berarti bersifat basa atau disebut alkali (Brotowidjoyo et al., 1995). Namun dalam kondisi tertentu pH yang dihasilkan akan berubah menjadi lebih rendah sehingga bersifat asam. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Perubahan pH ini sangat berpengaruh pada kualitas perairan yang berdampak pada kehidupan biota di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian yang ditemukan, bahwa laut telah menjadi salah satu penyerap CO2 terbesar setelah hutan sehingga memperlambat dampak polusi gas CO2 terhadap atmosfer bumi. Penurunan pH pada suatu larutan hingga keadaan asam merupakan fenomena yang terjadi akibat adanya reaksi antara air laut dengan gas CO2. Reaksi antara air laut dengan gas CO2 tersebut akan membentuk asam karbonat yang akan menurunkan pH air laut terutama pada daerah di dekat permukaan.

    Kondisi pH memiliki kaitan yang cukup erat dengan karbondioksida (CO2) dan alkali. Dimana alkali menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang dapat menetralkan keasaman air. Semakin tinggi pH air, maka semakin tinggi pula nilai alkali dan semakin rendah kadar karbondioksida (CO2) yang bebas. Perubahan seperti suhu dan pH yang diakibatkan oleh pengasaman laut dapat menyebabkan hilangya alga yang berikatan dengan karang, sehingga karang mengalami pemutihan Bleaching. Dimana pemutihan karang dapat berpengaruh pada kehidupan karang karena dengan hilangnya alga yang berikatan dengan karang, maka karang akan kekurangan nutrisi dan apabila hal ini terus berlangsung akan mempengaruhi keadaan ekosistem terumbu karang. Rusaknya terumbu karang akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman hewan lain yang berasosiasi dengan karang seperti ikan karang, moluska, dan invertebrata lainnya.

    Dengan meningkatnya konsentrasi CO2 dan suhu sehingga komponen utama pengasaman laut dapat menghambat pertumbuhan populasi fitoplankton, makroalga, dan komunitas fitoplankton tropik (Sahabuddin, 2015). Selain itu, pengasaman laut juga berdampak pada ikan secara hormonal sehingga menyebabkan anomaly reproduksi. Semual hal yang terjadi akan merubah pola rantai makanan pada organisme pada posisi terbawah dalam rantai makanan. Kurang lebih 22 juta ton gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia diserap oleh lautan setiap harinya. Apabila produksi CO2 yang berlebihan terus terjadi, tidak menutup kemungkinan keadaan laut akan semakin memburuk hari demi hari. Laut akan berada di ambang kerusakan dan hewan-hewan penghuni laut akan mengalami ancaman kepunahan. Hilangnya fungsi laut sebagai penyerap panas, sebagai sumber pasokan oksigen dan protein, dan masih banyak lagi.

    Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas air. Kenaikan pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi CO2 terutama pada siang hari ketika proses fotosintesis sedang berlangsung. Energi akan cukup banyak diserap ketika matahari berada di atas ketinggian di langit dan berkurang ketika dekat dengan horizon. Posisi matahari di daerah tropik dan subtropik yang selalu berada di atas horizon sepanjang musim menjadikan daerah ini lebih hangat dibandingkan umumnya di daerah kutub. Kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. tinggi rendahnya nilai pH air tergantung pada beberapa faktor yaitu, kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan. Derajat keasaman menjadi pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan perairan sebagai petunjuk atau menilai kondisi suatu perairan. dimana nilai pH yang ideal bagi kehidupan di perairan berkisar 7 sampai 8.5.

    Nilai pH ini sangat berkaitan dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi pula alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Nilai pH di laut tidak akan drop karena air laut mengandung zat-zat penyangga (buffer) alami yang berfungsi mempertahankan pH level seperti bikarbonat, karbonat, kalsium, borat, dan hidroksida. Kemampuan air laut untuk mempertahankan turunnya pH akibat penambahan asam disebut alkalinitas, buffering capacity, dan carbonate hardness.

    Alkalinitas adalah kemampuan perairan untuk menetralisir asam. Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3 - ), karbonat (CO3 - ), dan hidroksida (OH- ). Garam dari asam lemah lain seperti : borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO4 2- dan H2PO4 - ), sulfida (HS- ), dan amonia (NH3) juga memberikan kontribusi terhadap alkalinitas dalam jumlah sedikit. Total Alkalinitas adalah sejumlah asam yang dibutuhkan untuk menurunkan pH air sampel hingga ke suatu titik dimana seluruh bikarbonat [HCO3-] and karbonat [CO3-] dapat diubah menjadi asam karbonat [H2CO3]. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah titik kesetimbangan asam karbonat atau titik akhir asam karbonat. Kolom permukaan perairan umumnya memiliki suhu yang lebih hangat sehingga organisme pembentuk cangkang akan meningkatkan formasi CaCO3 sehingga menurunkan nilai alkalinitas. Bertambahnya kedalaman maka akan dijumpai suhu yang semakin dingin (colder) dan memiliki nilai alkalinitas yang lebih tinggi karena adanya proses disolasi CaCO3.

    Berdasarkan penjelasan diatas, kami melakukan percobaan dengan tujuan menyelidiki pH air laut dengan seiringnya kenaikan konsentrasi CO2. Praktikum ini dilakukan dengan cukup sederhana, dimana pembakaran dilakukan pada bawah corong pisah agar asap yang dikeluarkan saat pembakaran akan masuk dalam air laut. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pengukuran pH awal air laut berkisar 7,17, namun setelah pembakaran dilakukan pH laut berubah menjadi 7,25; 7,26; 7,27; dan 7,29. Perubahan pH ini diukur setiap kurun waktu 5 menit. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bawa pengaruh dari konsentrasi kenaikan CO2 cukup terlihat jelas. Pada pH <5 alkalinitas dapat mencapai nol, hal ini dapat diartikan bahwa sampel laut yang diteliti tercemar oleh CO2.

    Perubahan pH yang berbeda ini terjadi akibat energi panas yang berpindah, proses tersebut dapat dikatakan proses perpindahan panas. perubahan pH dapat terjadi pada hambatan listrik dan materi zat, warna pada benda yang dapat dipancarkan pada suhu tinggi. Perpindahan panas yang terjadi di laut terjadi secara radiasi, dimana perpindahan panas yang terjadi tidak membutuhkan zat perantara.

    Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan alkalinitas seperti proses fotosintesis dan juga presipitasi karbonat. proses fotosintesis ini akan menyimpan unsur karbon melalui mekanisme siklus karbon dalam ekosistem. sehingga mengurangi potensi terbentuknya CO2 berlebih di atmosfer. Pengurangan jumlah alkalinitas dapat dilakukan pada tumbuhan lamun, mangrove, dan alga. Lamun memiliki peran penting di lingkungan, yaitu sebagai habitat dari beberapa hewan laut dan sumber makanan beberapa hewan laut seperti dugong dan juga penyu. selain itu, lamun memiliki peran terhadap ekosistem yaitu mengurangi pengasaman laut. Lamun mampu meningkatkan pH air laut dan keadaan saturasi mineral karbonat melalui fotosintesis, dan dapat membantu melindungi terhadap dampak kimia dari pengasaman laut.

    Selain itu, makroalga juga dinilai dapat mengurangi pengasaman laut. Makroalga dapat berperan melalui mekanisme fotosintesis dan juga pengeluaran enzim yang dapat membantu memecah CO2 menjadi ion bikarbonat. Ketika Ion bikarbonat bereaksi dengan ion kalsium, maka dapat digunakan untuk proses kalsifikasi oleh alga itu sendiri, maupun oleh karang, kerang dan hewan laut lain yang membutuhkan kalsium karbonat untuk membuat rangka tubuhnya (Scherner dkk., 2016). Mangrove dapat melindungi laut dari terjadinya pengasaman laut karena dapat meningkatkan alkalinitas perairan di sekitar ekosistem. Alkalinitas adalah kemampuan laut secara alami untuk menstabilkan pH laut yang terlalu asam dengan larutan penyangga alami (Trick, Stuart, dan Reeder, 2018). Kemampuan inilah yang dapat melawan pengasaman. 

  5. Kesimpulan : Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu uji, pH air laut semakin meningkat. Berdasarkan teori, seharusnya semakin banyak pembentukan asam karbonat di lautan, maka konsentrasi ion H+ juga semakin meningkat yang menyebabkan pH laut semakin turun. Tetapi beberapa waktu ini, banyak CO2 yang larut ke dalam lautan dengan cepat sehingga penyangga alami ini tidak mampu mengimbanginya dan mengakibatkan penurunan pH di permukaan air yang relatif cepat. Sehingga perlu dilakukan fotosintesis dan juga presipitasi karbonat. Dimana fotosintesis dan presipitasi karbonat di perlakukan pada tanaman Lamun, mangrove, dan alga. Ketiga tumbuhan ini melindungi laut dari terjadinya pengasaman laut karena dapat meningkatkan alkalinitas perairan di sekitar ekosistem. 

  6. Daftar Pustaka

    Brotowidjoyo, M. T. (1995). Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta: Liberty.

    Quere, C. L., Andrew, R. M., Friedlingstein, P., Sitch, S., Pongratz, J., & al, e. (2017). Global Carbon Budget 2017. Earth System Science Data Discussions pre print, 1 - 54. doi:https://doi.org/10.5194/essd-2017-123

    Sahabuddin. (2015). Respon Produktivitas Fitoplankton dan Makroalga Laut Tropis Terhadap Perubahan Iklim dan Pengasaman Laut. Makassar: Universitas Hasanuddin.

    Scherner, F., Pereira, C. M., Duarte, G., & al, e. (2016). Effects of Ocean Acidification and Temperature Increases on the Photosynthesis of Tropical Reef Calcified Macroalgae. PLOS ONE, 1 - 14. doi:https://doi.org/10.1371/journal.pone.0154844

    Trick, J. K. (2017). Environmental Geochemistry (Second Edition). United Kingdom: British Geological Survey. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Halus, Kecil, dan Mematikan: Membongkar Kejahatan Tersembunyi PM2.5 dalam Udara Kita

Pencemaran Udara: "Efek Buruk dan Inovasi Kimia Lingkungan"